Selasa, 31 Mei 2011

Uskup Weetebula, Sumba mengunjungi Taman Maria Giri Wening








Monsinyur Edmun Woga CSsR

Monsinyur Edmun Woga CSsR memimpin doa pemberkatan



Berfoto bersama umat


Awal april lalu, Mgr Edmun Woga CSsR, yang merupakan Uskup Weetebula, Sumba mengunjungi Taman Maria Giri Wening.

Sekilas Info sosok Mgr Edmun Woga CSsR:
Monsinyur Edmun dilahirkan di Hewakloang, Kabupaten Sikka, Flores pada 17 November 1950, dan ditahbiskan sebagai imam, di Waingapu, Sumba, pada 29 November 1977.
Jabatan Monsinyur Edmun yang terakhir adalah Administrator Diosesan Keuskupan Weetebula tahun 2008-2009, dan sebelumnya menjabat sebagai Provinsial Kongregasi Redamtoris (CSsR) Weetebula tahun 2002-2008.
Monsinyur Edmun tahun 2008 menjadi Adminis trator Diosesan Keuskupan Weetebula menggantikan Monsinyur Cherubim yang diangkat menjadi Uskup Maumere.
Selanjutnya pada tanggal 16 juli 2009 diangkat menjadi Uskup Weetebula, Sumba.

Selasa, 24 Mei 2011

Weekend Sengonkerep: Belajar "Memberi dari Kekurangan"

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Lingkungan Sengonkerep, dalam benak yang terbayang "suatu lingkungan yang panas dan jauh dari keramaian". Yups, tnyata benar!! 

Lingkungan yang terletak dibarisan pegunungan seribu,perbatasan kab. Klaten dan Gunung Kidul, tepatnya di desa Sampang, Kecamatan Gedangsari ini, berjarak sekitar 45 menit dari Wedi. Lingkungan yang umatnya terdiri dari 38 KK, yang rata-rata berkerja sebagai petani ini,telah membuka mata kami untuk belajar "memberi dari kekurangan".
                           
Sabtu sampai minggu (25-26/09'10), saat weeekend dengan fasilitas yang "minim", seperti MCK yang tidak memadai, sulitnya air bersih, dan keterbatasan komunikasi (tak ada sinyal), serta padamnya listrik (waktu itu ada hujan lebat dan badai). Itu semua luntur oleh senyum, kesederhanaan dan sambutan hangat layaknya keluarga. Dari yang tua sampai yang muda, dari yang perempuan sampai laki-laki, mencoba memberikan pelayanan yang terbaik. Mereka bergotong royong tanpa kami mintai tolong,bahkan menghidangkan sgala macam makanan khas mereka, yang sebenarnya sudah kami persiapkan dari rumah. Layaknya sedang hajatan.  
                            
Ada pula suatu kejadian yang masih terekam dalam ingatan. Ketika Misa akan dimulai, munculah seorang kakek tua yang melakukan jabat tangan penuh rasa persahabatan kepada seluruh OMK, tanpa terlewatkan se- OMK pun. Membuat mata kami semua tertegun penuh rasa kagum. Jamuan yang mereka berikan ini, membuat kami semua jadi ''pakewuh" .
                            
Berbicara tentang ini semua jadi teringat pada kisah perempuan tua yang begitu ingin mendengarkan kotbah sang Budha. Perempuan tua itu begitu miskin. Untuk mendengarkan kotbah sang Budha, umat diharapkan membawa dian yg menyala. Perempuan tua itu tak mempunyai uang untuk membeli minyak diannya. Namun karena hatinya begitu ingin mendengarkan kotbah sang Budha yang sedang singgah dikotanya, maka ia memotong rambutnya dan menjualnya untuk membeli minyak diannya.
                            Sambil membawa dian yang menyala ia duduk di belakang sendiri, saat sang Budha sedang berkotbah. Tiba-tiba datang angin ribut yang keras dan mematikan dian - dian para pendengar kotbah sang Budha. Namun, dian nenek tua itu tetap menyala. Para hadirin terkejut, dan nenek tua itupun terheran-heran.
                             Namun,segera bersabdalah sang Budha. "Nenek tua itu telah memberi dari kekurangannya. Ia merelakan satu-satunya miliknya untuk mengejar kebahagiaan yang diinginkannya. Lain dengan kalian. Kalian memberi dari kelebihan, hal biasa yg bisa dikerjakan orang berada. Memang memberi dari kekurangan kiranya lebih berharga daripada memberi dari kelebihan yang dimiliki seseorang".

Senin, 23 Mei 2011

Rancangan 3D






Inilah ilustrasi rancangan 3D Taman Maria GiriWening yang rencananya pada bulan november 2011 akan di resmikan.

Taman Maria Giri Wening Sengonkerep Terus Berbenah

Taman Maria Giri Wening (TMGW) yang berada di Lingkungan Sengonkerep
kini terus berbenah. Kabarnya, ratusan juta rupiah telah digelontorkan
untuk mempercantik taman Maria yang dulu bernama Watu Gedheg itu.



Prodiakon Paroki Wedi asal Lingkungan Sengonkerep, Antonius Kamto Hartono, menyampaikan untuk membangun tempat ziarah itu sampai sekarang diperkirakan sudah menghabis sekitar Rp 700 juta.“Yang berupa bantuan uang (cash) sekitar Rp 280 juta. Sedangkan bantuan yang lain berupa barang, seperti kabel,alat listrik, pralon, besi untuk canopy dan pagar,dan sebagainya,” katanya usai Misa Paskah Lingkungan Sengonkerep di Kapel Sengonkerep, Senin (25/4) lalu.


Pak Kamto menambahkan, mewakili umat Sengonkerep, ia menyampaikan terima kasih kepada para donator, khususnya kepada Pak Heri Guntoro dari Solo Baru yang telah membantu membangun tempat ziarah ini. “Kalau tidak ada beliau-beliau, mungkin saja Taman Maria Giri Wening belumseperti ini,” ucapnya seraya bersyukur.


Setelah dipoles di sana-sini, TMGW kini makin nampak cantik. Sekarang
sudah ada bangunan untuk altar, ada pendopo untuk umat, dan akan dibangun taman Golgota.
Sekadar informasi, setiap Minggu Kliwon malam (malam Senin Legi) di taman Maria ini digunakan untuk kegiatan doa bersama umat Lingkungan Sengonkerep dan Serut.

Anda penasaran? Silakan kunjungi TMGW ini…
=Warta Paroki Wedi=

Rabu, 01 Desember 2010

Taman Maria "Wahyu Ibuku" Giri Wening, Simbol Hati Umat Sengonkerep

Patung Maria "Wahyu Ibu- Ku"
Akhirnya, setelah 45 menit melewati jalan menanjak dengan tikungan yang tajam ditambah panas terik sang surya yang menyengat di kulit, sampai juga kami bertiga tiba di Kapel Sengonkerep. "Panas dan tidak ada sinyal HP sama sekali mas!!", menggerutu salah satu teman yang baru pertama kali datang ditempat ini. 

Perlu diketahui, Lingkungan Sengonkerep ini terletak dideretan pegunungan seribu yang berbatasan langsung antara Kabupaten Klaten dan Gunung Kidul. Tepatnya di Dukuh Sengonkerep, Kelurahan Sampang, Kecamatan Gedangsari. Lingkungan yang umat katolik-nya berjumlah 38 kepala keluarga, dengan mayoritas bekerja sebagai petani, merupakan salah satu lingkungan terisolir yang menjadi bagian dari Paroki Wedi. Sulitnya air bersih dan medan yang berat, menjadi warna tersendiri dalam keseharian umat lingkungan yang sedang bebenah mendirikan tempat ziarah baru ini.


Seturut rencana, kedatangan kami untuk melakukan survei lokasi kegiatan "weekend" OMK Wedi. Kemudian tampak dari kejauhan, seorang lelaki setengah baya dengan senyum ramah mengembang menyambut kedatangan kami. Sambil berjabat tangan dan memperkenalkan diri, Bapak Antonius Sukamto namanya, mempersilakan kami masuk kerumahnya yang tak jauh dari Kapel. Setelah sedikit berbasa-basi akan maksud kedatangan kami, sejurus kemudian, sang empunya rumah mengajak kami menuju lokasi Taman Maria "Wahyu Ibuku" Giri Wening
Patung bunda Maria yang lama.

Melalui jalan setapak yang menurun, dengan jarak sekitar 100 meter, terlihat sebuah patung Bunda Maria setinggi 2meter, yang membopong bayi Yesus. Deretan tebing batu yang memanjang seperti sebuah benteng, menjadi saksi bisu keberadaan taman Maria ini. Warga sekitar menyebutnya Watu Gedheg, yang secara harfiah, watu berarti batu dan gedheg yaitu sejenis anyaman bambu yang digunakan untuk dinding rumah.

"Pada pertengahan tahun 2009 lalu, salah satu adiknya, Romanus Pambudi, melakukan lelaku prihatin. Akhirnya dari lelaku prihatin tersebut, diberi wangsit atau petunjuk adanya suatu gambaran "kepala Yesus" berwujud sinar berbentuk "salib" yang jatuh dan tertuju disalah satu tempat disekitar kebun belakang rumahnya. Kemudian keluarga besar Ibu Gito Suwarno, berembug untuk mendirikan tempat ziarah di lokasi jatuhnya sinar berbentuk salib itu tadi. Hal tersebut dilakukan sebagai apresiasi penghargaan kepada ayahanda mereka, almarhum Yusuf Paimin Gito Suwarno, yang telah babat-babat alas (merintis) dan mengantarkan Sengonkerep menjadi ladang Kristus sampai saat ini. Bahkan kedua adiknya yang lain, Bruder Yohanes Yuwono, SCJ dan Frather Petrus Cipto Nugroho, SCJ mengabdikan hidupnya sebagai biarawan". Cerita Bapak Antonius Sukamto tentang awal mula Taman Maria "Wahyu Ibuku" Giri Wening ini.

Harap diketahui, peran serta Kongregasi Imam Imam Hati Kudus Yesus (SCJ) Jogja dalam mendirikan Taman Maria "Wahyu Ibuku" Giri Wening begitu besar. Dari pergantian patung hingga perubahan nama. Pada awal mulanya, nama tempat ziarah ini diberi nama Gua Maria "Wahyu Ibuku" Watu Gedheg. Kemudian pada saat pergantian patung yang baru, tarekat SCJ Jogja ini, menyarankan agar nama tempat ziarah ini diganti dengan Taman Maria "Wahyu Ibuku" Giri Wening. "Wahyu Ibuku" yang berarti "Utusan BundaKu (Maria)" sedangkan "Giri Wening" yang artinya "gunung yang hening", sesuai dengan keadaan tempat ini yang berada di daerah pegunungan yang masih sepi dan jauh dari kebisingan kota. 
Umat Sengonkerep
Selain itu, mungkin ada penyebutan nama yang nantinya bisa diplesetkan menjadi Taman Maria "Rai Gedheg" yang secara harfiah berarti wajah seseorang yang tak punya malu, canda Bapak Antonius Sukamto menirukan kelakar romo- romo dari SCJ Jogja. Untuk pemilihan patung Bunda Maria yang membopong bayi Yesus, sengaja dipilih agar menunjuk Hati Kudus Yesus. Setiap harinya, tempat ini digunakan umat setempat untuk berdevosi, sedangkan setiap malam minggu kliwon diadakan ibadat bersama- sama.

Masih menurut Bapak Antonius Sukamto, yang juga putra tertua dari Bapak/ Ibu Yusuf Gito Suwarno. "Karena keterbatasan dan kemampuan faktor ekonomi, jadi kami belum bisa memenuhi sarana dan prasarana penunjang menuju lokasi serta tempat altar dan tempat doa yang baik. Kami mengharapkan partisipasi dan perhatian kepada umat Kristiani dimanapun berada, demi kelancaran dan kesempurnaan tempat ziarah Taman Maria "Wahyu Ibuku" Giri Wening ini. Dan yang terpenting, iman umat terselamatkan dan makin mencintai Yesus".

Sekarang makin banyak pilihan tempat ziarah saat anda berkunjung ke Paroki Wedi, selain Gua Maria Marganingsih Bayat, Tempat Peziarahan Sendang Sriningsih Jali, dan sekarang Taman Maria "Wahyu Ibuku" Giri Wening. Inilah perwujudan simbol hati dan perwujudan iman umatSengonkerep. 

artikel ini pernah dimuat  majalah "UTUSAN" edisi okt'10